Oleh: Sal Hutahaean
Ibu Santun adalah guru saya ketika SD, empat puluh tahun lalu. Orangnya kecil, mungil, dengan wajah yang selalu tampak ceria. Wajahnya mirip Sherina cilik, dengan jidat yang selalu mengerinyut manis. Sosok Ibu Santun sebenarnya bisa disebut ringkih, karena selain bertubuh kecil, ia pun pendek, dan agak kurusan pula. Akan tetapi, keceriaan yang selalu tampil di wajahnya menghilangkan kesan tubuh yang ringkih itu, yang ada adalah sosok guru yang lincah dan menyenangkan.
Ibu Santun seorang guru yang baik. Seingatku, beliau tidak pernah marah. Ia termasuk berperilaku sabar untuk seorang guru muda yang usianya saat itu belum mencapai tigapuluh tahun. Ia membimbing murid-muridnya dengan kesabaran seorang ibu. Dia memang telah menjadi seorang ibu kala itu. Kewajiban mengajar murid sekolah dan kewajiban mengasuh bayinya dikerjakannya bersamaan.
Continue reading